Selasa, 22 November 2016

KEPEMIMPINAN

Assalamualaikum Wr. Wb

            Pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang KEPEMIMPINAN sesuai dengan materi yang telah di presentasikan oleh kelompok dua. berikut penjelasannya:

TEORI –TEORI KEPEMIMPINAN
  1. Teori Great Man Theory & Teori Big Bang
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not made). dan dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanpun juga. James (1980), menyatakan bahwa setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Teori kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencangkup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka munculah seorang manusia yang luar biasa dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan para peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk nama teori tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang disebut orang besar adalah atibut tertentu yang melekat pada diri pemimpin atau sifat personal, yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
  1. Teori Sifat
Teori sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Cecil A. Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya. Pada teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Selain itu, juga menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter, seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relations, motivasi instrinsik dan dorongan untuk maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal diantaranya :
  1. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
  2. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
  3. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik dan berkkomunikasi secara efektif.

  1. Teori Perilaku (Behaviour Theory)

Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori genetis. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) soerang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.

Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil pemelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu oramg menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena seseorang perhatian akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
4. Teori Kontingensi (Teori Situasional)
Pada saat ini perubahan karakter situasional manajemen mulai dipahami  sebagai kunci kepada proses manajemen itu sendiri. Dalam hal ini kita namakan teori kontingensi. Berbagai sejarah dari berbagai bidang menunjukkan pergerakan dari prinsip-prinsip universal menuju relasi dan prinsip-prinsip situasional. Hal yang menonjol dari teori kontingensi saat ini adalah bahwasannya teori organisasi telah memasuki masa kematangan ilmiah.
Pada tahap ini teori kontingensi bukanlah semata-mata sebuah teori namun lebih sebagai alat untuk memfasilitasi kita memahami aliran situasi dari suatu kejadian dan memberi alternatif kepada organisasi atau individu untuk merespon aliran tersebut. Teori kontingensi bisa dikatakan sebagai sub bagian dari teori terbuka karena seperti teori sistem terbuka kita bisa memahami aliran yang dinamis dari situasi, personel, dan sumber yang mengambil tempat di dalam organisasi.
Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Pemimpin Dalam Teori Kontingensi
A.   Hubungan Antara Pemimpin Dan Bawahan (leader-member relations)
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
B.   Struktur Tugas (the task structure)
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
C. Kekuatan Posisi (position power)
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).

KECERDASAN EMOSIONAL DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN
Kemampuan pimpinan dalam mengendalikan emosi, amarah, motivasi diri, semangat, dorong diri kesadaran, kedalaman emosi dan naluri akan memudahkannya dalam membawa diri dan mempengaruhi sikap orang lain untuk diajak bekerjasama dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kecerdasan emosional seorang pemimpin akan mampu menghasilkan efektivitas kepemimpinan manakala ia dapat mengelola kecerdasan emosionalnya dengan baik. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan mengelola emosional diri sendiri (intrapersonal skills) dan mengelola hubungan dengan orang lain (interpersonal skills) akan sukses dalam bidang apapun, termasuk dalam mengefektifkan kepemimpinan. Kenyataan telah menunjukkan bahwa pimpinan yang berhasil (efektif) adalah pimpinan yang tidak hanya cerdas secara intelektual namun ia adalah sosok pribadi yang dapat mengelola emosional diri sendiri dengan baik (interpersonal), menyenagkan, dan dapat menjalin hubungan baik dengan lingkungannya. Pemimpin yang secara teknik unggul dan memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah orang yang mampu mengatasi konflik, kesenjangan yang perlu diatasi, melihat adanya peluang yang menghasilkan bagi institusi, lebih siap, lebih cekatan dan lebih cepat dibandingkan orang lain.

KEPEMIMPINAN KONTEMPORER
Menekankan pemimpin sebagai pembentuk makna atau menggunakan kata-kata, gagasan, dan kehadiran fisikuntuk mengendalikan bawahannya
Jenis Teori Kontemporer :
    1. Kepemimpinan Kharismatik
Apa itu kepemimpinan kharismatik? Menurut kepemimpinan kharismatik, para pengikut terpicu kemampuan kepemimpinan yang heroic atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
Apakah Pemimpin Kharismatik Dlahirkan atau Dicptakan?
Walaupun minoritas kecil masih berpikir bahwa charisma tidak dapat dipelajari, sebagian besar pakar berkeyakinan bahwa individu dapat dilatih untuk memperlihatkan perilaku kharismatik dan dengan demikian dapat disebut “pemimpin kharismatik”.
    1. Kepemimpinan Transformasional
Arus riset lainnya difokuskan pada pembedaan pemimpin transformasional dari pemimpin transaksional. Pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau yang memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Sedangkan Pemimpin Transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut.
    1. Kepemimpinan Visioner
Mendefinisikan Kepemimpinan Visioner merupakan kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Kualitas visi, sifat dasar yang menentukan keberhasilan tampaknya adalah kemungkinannya memberikan inspirasi yang berpusat pada nilai dan dapat diwujudkan, disertai gambaran dan artikulasi yang unggul.

Peran Kepemimpinan Kontemporer
1. Menyediakan Kepemimpinan Tim
Kepemimpinan mendapatkian tempat yang semakin pentung dalam konteks tim. Ketika tim semakin popular, peran pemimpin dalam mamandu anggota tim menjadi semakin penting.
2. Mentoring
Banyak pemimpin menciptakan hubungan mentoring. Mentor adalah karyawan yang mensponsori dan mendukung karyawan lain yang kurang berpengalaman (protégé).
3. Kepemimpinan Diri
Merupakan serangkaian proses yang digunakan individu untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Bagaimana cara para pemimpin menciptakan para pemimpin diri?
a) Bentuklah Kepemimpinan Diri
b) Doronglah karyawan menciptakan sasaran yang tersendiri diciptakan sendiri
c) Doronglah penggunaan imbalan diri untuk memperkuat dan meningkatkan perilaku yang diinginkan
d) Ciptakanlah pola berpikir yang positif
e) Ciptakanlah iklim kepemimpinan diri
f) Doronglah kritik diri

SUMBER KEKUASAAN
Ada pun sumber kekuasaan itu sendiri ada 3 macam,yaitu:
  1. Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan
Kekuasaan formal atau Legal (French & Raven 1959)
Contohnya komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana menteri.
  1. Kendali atas sumber dan ganjaran (French & Raven 1959)
Majikan yang menggaji  karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya,  kepala suku atau kepala kantor yang dapat memberi ganjaran kepada anggota atau bawahannya.
  1. Kendali atas hukum (French & Raven 1959)
Kepemimpinan yang didasarkan pada rasa takut. Contohnya perman-preman yang memunguti pajak dari pemilik toko. Para pemilik toko mau saja menuruti kehendak para preman itu karena takut mendapat perlakuan kasar. Demikian pula anak kelas satu SMP yang takut pada senior kelas3 yang galak dan suka memukul sehingga kehendak seniornya itu selalu dituruti.
  1. Kekuasaan yang bersumber pada kepribadian.
Berasal dari sifat-sifat pribadi.Seperti :
  1. Keahlian atau keterampilan (French & Raven 1959)
Contohnya pasien-pasien di rumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin karena dokterlah yang dianggap sebagai ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.
  1. Persahabatan atau kesetiaan (French & Raven 1959)
Sifat dapat bergaul, setia kawan atau setia kepada kelompok dapat merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin. Contohnya pemimpin yayasan panti asuhan dipilih karena memiliki sifat seperti Ibu Theresa.
  1. Karisma (House,1977)
Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin juga merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
  1. Kekuasaan yang bersumber pada politik
  1. Kendali atas proses pembuatan keputusan (Preffer  & Salanick, 1974)
Ketua menentukan apakah suatu keputusan akan di buat dan dilaksanakan atau tidak.
  1. Koalisi (stevenson, pearce & porter 1985)
Ditentukan hak dan wewenang untuk membuat kerjasama dalam kelompok.
  1. Partisipasi (Preffer, 1981)
Pempimpin yang mengatur pastisipasi dari masing-masing anggotanya.
  1. Institusionalisasi
Pemimpin agama menikahkan suami istri. Notaris atau hakim menentapkan berdirinya suatu perusahaan.

KEKUASAAN DALAM KELOMPOK
a.Definisi
Menurut Weber : kemungkinan dimana seseorang di dalam hubungan sosialnya
mempunyai posisi untuk melakukan keinginannya tanpa perlawanan
Menurut Buckley : kendali atau pengaruh atas perilaku orang lain untuk mendukung
pandangan seseorang tanpa sepengetahuan mereka, bertentangan dengan keinginan atau pemahaman mereka
b. 5 Jenis Kekuasaan dalam Organisasi
1. Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power)
Seperti namanya, Kekuasaan jenis ini adalah kekuasaan yang menggunakan Balas Jasa atau Reward untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Balas jasa atau Reward dapat berupa Gaji, Upah, Bonus, Promosi, Pujian, Pengakuan ataupun penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui Kekuasaan Balas jasa ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat menunda pemberian Reward (balas jasa) tersebut sebagai hukumannya jika bawahannya tidak melakukan apa yang telah diperintahkan. Kekuasaan Balas Jasa (reward) ini timbul karena Posisi atau Jabatan seseorang yang memungkinkan dirinya memberikan penghargaan atau imbalan terhadap pekerjaan ataupun tugas yang dilakukan oleh orang lain. Contohnya seorang Manajer yang memiliki kekuasaan untuk melakukan penilaian kinerja sehingga dapat menentukan besaran kenaikan gaji terhadap bawahannya.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu sesuai dengna keinginannya. Kekuasaan Paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power). Contoh ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti pemberian surat peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan pemberhentian kerja atau PHK.
3.Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Kekuasaan Rujukan atau Referent Power ini merupakan kekuasaan yang diperoleh atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian dari seorang pemimpin. Contohnya Gandhi yang memimpin jutaan orang karena kepribadian dan Karismatiknya.
4.Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
Kekuasaan Sah atau Legitimate Power ini berasal dari posisi resmi yang dijabat oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi ataupun pemerintahan. Kekuasaan Sah adalah Kekuasaan yang diperoleh dari konsekuensi hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam organisasi memiliki hak dan wewenang untuk memberikan perintah dan instruksi dan mereka sebagai bawahan ataupun anggota tim berkewajiban untuk mengikuti instruksi atau perintah tersebut.
5.Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan Keahlian atau Expert Power ini muncul karena adanya keahlian ataupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seringkali seseorang yang memiliki pengalaman dan keahlian tertentu memiliki kekuasaan ahli dalam suatu organisasi meskipun orang tersebut bukanlah Manajer ataupun Pemimpin. Individu-individu yang memiliki keterampilan/keahlian tersebut biasanya dipercayai oleh Manajernya untuk membimbing karyawan lainnya dengan benar

PERILAKU POLITIK
Perilaku politik adalah tingkah laku politik para aktor politik dan warga negara atau interaksi antara pemerintah dan masyarakat, lembaga lembaga pemerintah, dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik.
Perilaku politik warga negara pada umumnya ada dua hal, yaitu :
a. Perasaan puas atau tidak puas dengan kenyataan yang ada.
b. Perilaku yang menginginkan atau menolak perubahan.
Orang yang sudah puas umumnya memiliki sikap perilaku politik yang positif terhadap pemerintah, sedangkan orang yang tidak puas memiliki sikap politik yang negatif terhadap apa saja yang dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan sikap perilaku kelompok masyarakat tersebut dapat digolongkan sikap perilaku politiknya, yaitu :
a. Radikal
Perilaku radikal adalah perilaku warga negara yang tidak puas terhadap keadaan yang ada serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar. Orang yang bersifat radikal biasanya tidak mengenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain serta cenderung maunya menang sendiri.
b. Moderat
Perilaku moderat adalah sikap perilaku politik masyarakat yang telah cukup puas dengan keadaan dan bersedia maju, tetapi tidak menerima sepenuhnya perubahan apalagi perubahan yang serba cepat seperti kelompok radikal.
c. Status quo
Perilaku status quo adalah sikap politik dari warga negara yang sudah puas dengan keadaan yang ada/berlaku dan berusaha keadaan tersebut tetap dipertahankan.
d. Konservatif
Perilaku konservatif adalah sikap perilaku politik masyarakat yang sudah puas dengan keadaan yang sudah ada dan cenderung bertahan dari perubahan.
e. Liberal
Perilaku liberal adalah sikap perilaku politik masyarakat yang berpikir bebas dan ingin maju terus. Kaum liberal menginginkan perubahan progresif dan cepat. Perubahan yang diinginkan berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai tujuan.
Yang berhak melakukan kegiatan politik adalah warga negara yang mempunyai jabatan di pemerintahan dan warga negara biasa. Dan yang berhak membuat dan melaksanakan keputusan politik adalah pemerintah. Namun masyarakat dapat dan berhak ikut mepengaruhi proses pembuatan dan   pelaksanaan keputusan tersebut, dan dengan adanya sikap tersebut maka masyarakat telah malakukan perilaku politik tersebut.
Ada 4 ( empat ) faktor yang mempengaruhi perilaku politik aktor politik (pemimpin, aktivis, dan warga biasa) yaitu : (Ramlan Surbakti, Ibid.,hal 132)
1. Lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik, ekonomi, budaya dan media massa.
2. Lingkungan sosial politik langsung yan membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok bergaul. Dari lingkungan ini,  seorang aktor politik  mengalami proses sosialisasi  dan internalisasi    nilai   dan   norma masyarakat   dan   norma   kehidupan bernegara.
3. Struktur kepribadian. Hal ini tercermin dalam sikap individu (yang berbasis pada kepentingan, penyesuaian diri dan eksternalisasi).
4. Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya.

ETIKA POLITIK
Etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
  1. PENERAPAN ETIKA POLITIK DI INDONESIA
Manusia dalam hidupnya tidak lepas dari manusia lain. Untuk itu, manusia perlu hidup berkelompok (zoon politicon) yang menampilkan insan berfikir sekaligus sebagai insan usaha (homo economicus). Hal itu dilakukan selain sebagai kodratnya, dimaksudkan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Bangsa Indonesia memilih bentuk (organisasi) negara yang dinamakan Republik yang merupakan suatu pola yang mengutamakan pencapaian kepentingan umum (respublica) dan bukan kepentingan perseorangan atau kepentingan golongan. Pada umumnya, kegiatan kenegaraan kaitannya dengan hasil perjanjian bermasyarakat, orang beranggapan bahwa kegiatan kenegaraan meliputi:
  1. Membentuk hukum atau kewenangan legislatif.
  2. Menerapkan hukum atau kewenangan eksekutif.
  3. Menegakkan hukum atau kewenangan yudikatif.
Oleh karena itu, analisis kenegaraan tidak dapat dipisahkan dari analisis tata hukum. Konstitusi adalah suatu pola hidup berkelompok dalam organisasi negara, yang seringkali diperluas dalam organisasi apapun. Sebagai pola hidup berkelompok dalam organisasi negara maka konstitusi pada umumnya memuat:
  1. Hal-hal yang dianggap fundamental dalam berorganisasi.
  2. Hal-hal yang dianggap penting dalam hidup berkelompok oleh suatu bangsa, sekalipun oleh bangsa lain tidak dianggap demikian.
  3. Hal-hal yang dicita-citakan, sekalipun hal itu seolah-olah sulit untuk dicapai karena idealistik.
Sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti apa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia sendiri. Banyak rakyat Indonesia yang beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu hal yang mereka lakukan untuk mendapatkan kedudukan dan kekuasaan dan mereka para pelaku politik rela untuk melakukan apa saja demi mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan menghalalkan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh  sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Rakyat sendiri masih belum merasakan bantuan yang mereka dapatkan dari para pemerintah Indonesia karena kesejahteraan dari para rakyat masih jauh dari kata terpenuhi. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah Indonesia yang tidak pernah menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik, karena bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan dan sesuatu yang buruk untuk mendapatkan sesuatu. Contohnya adalah masalah gaji DPR yang sangat besar yang mereka peroleh untuk setiap bulannya, tetapi gaji yang diperoleh tidak sesuai dengan program kerja yang dilakukan oleh para wakil rakyat, malah menambah kemiskinan bagi rakyat karena semakin banyak wakil rakyat yang melakukan korupsi pada saat itu. Kebijakan itu jelas mencederai rasa keadilan publik karena disaat yang sama kemiskinan masih mengharu biru Indonesia
Demikian kurang lebihnya mohon maaf 
Terimakasih:) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar